Merespon laporan Jokowi terkait sangkaan fitnah dan pencemaran nama baik, Roy Suryo Cs mengambil langkah strategis dengan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Langkah ini diambil karena adanya penilaian bahwa hak kebebasan berpendapat berdasarkan aktivitas keilmuann dihambat bahkan dikriminalisasi.
Menurut kuasa hukumnya, Ahmad Khozinudin, Roy Suryo, Cs sebatas melakukan hak konstitusi dalam melakukan kegiatan ilmiah atau kegiatan menyampaikan pendapat "ilmiah".
Menurut hemat mereka, penerapan UU ITE terkait aktivitas mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi sesuai keilmuan dipandang tidak tepat, karena itu mereka merasa sedang dikriminalisasi. Karena itu, mereka meminta Komnas HAM memanggil pihak kepolisian dan UGM.
Dalam perspektif UU ITE Pasal 27, ayat 1,2,3,4, dan KUHP pasal 310,311,312 dapat menjadi pintu masuk mempersoalkan aktivitas keilmuan yang dilakukan oleh Roy Suryo. Sementara itu terdapat perbedaan tafsir atas perlakuan aktivitas keilmuan yang dilakukan oleh Roy Suryo Cs. Beberapa pihak memandang bahwa hal tersebut merupakan kegagalan "berdemokrasi".
Sementara itu, tidak sedikit yang menilai bahwa pengenaan pasal-pasal tersebut akan menjadi proses pembelajaran bagi semua pihak. Tidak ada orang yang bisa menafsirkan kebebasan berpendapat sebagai kegiatan yang tanpa batas, apalagi bebas di dalam memberikan penilaian di ruang publik. Sebab, bagaimanapun juga, nama baik seseorang merupakan hal yang "private".
Begitu juga, negara pada dasarnya membutuhkan stabilitas di dalam mencapai visi dan misinya. Karena itu, perdebatan yang tidak perlu di ruang publik sejatinya perlu dihindari. Apa yang terjadi di ruang publik terkait perbincangan isu ijazah Jokowi (private) dapat menjadi faktor penghambat pembangunan bernegara. Karena itu, sudah sepantasnya sengketa hukum ini akan menjadi pengingat sekaligus pembelajaran bagi semua.
Admin, BPP
Foto, Sindonews
Komentar0